Oleh Rico Putra

Puisi Cinta dan Ramadhan

Sejatinya aku tetap di sini
Tidak pergi, apalagi berlari meninggalkan 
Sebab terlalu kering atau seribu sebab lainnya;
Begitu juga kau
Berdansa dan menari;
Tidak di mana-mana


Jangan sebut itu lagi
Atau berkata sekali ini saja
Kutahu kau yang tentu, waktu tidak bergerak mundur
Kita saling dan berdamping; 
Selalu ke mana-mana


Jika aku yang terlambat di waktu yang meninggalkan ini,
Bersamaan periginya yang tidak henti menuntut abadi
Izin kusemat waktu; mengenangmu bersimpuh, di beduk lima waktu, 
Di waktu berdua saja denganmu



Batusangkar, 2021


Ramadhan ini


Jika makan siang di hari Ramadhan,
Adalah manisnya senyum perempuan,
Tentu saya telah duluan berbuka
Kenapa coba?



Padang, 2021


Ramadhan ini (2)


Sama dengan sebelumnya
Pedasnya cabai yang dibicarakan ketika buka puasa, tentang takjil-takjil yang keburu asem terjemur dari sore atau panas yang terik mengupas dahaga menghabiskan ludah untuk berbincang ngabuburit asyiknya di mana dan buka bersama nanti cocoknya pakai apa serta bawaan mana yang cocok di bawa mudik


Telah manis dalam secangkir es teh yang di seduh santai di taman belakang rumah sambil menghitung tinggal berapa lama lagi kita berkesempatan bersama.



Padang, 2021

Berbuka dengan yang manis


gelimang-gelimang uwok taruang di tangannya yang membelai cinta
Jering yang masuk antara dua bibir yang berkata kasih
Amis ikan yang menyengat sebelum dan sesudah di panggang terlanjur asin dibumbui peluh juga pucuk peranci yang dimasak kemarin sore dipanaskan lagi
Bening air di tenggorokannya mengalir pasti ke lubuk hati, berasa ke jantung

Aku lihat dia lagi kusyu’, tidak akan kuganggu kali ini
Kuputuskan bersimpuh memastikan harap pasti
Terang-terang kupinta terangilah jua untuknya dan kami. Duhai Engkau


Padang, 2021

Cerdas cermat


Ada yang kandas meski berbakat, ada yang waswas walau kian cepat; 
Pencet gas pedulikan tempat
Di sini kita dulu sebelum ke sana kita tempuh, di sini juga kita ampuh setelah di sana kita teguh;
Beri tuju tempat lalu
Lampu jalanan seperti cemburu, lihat saja bulan malam itu malu-malu 
“denganmu kita adalah peluru”


Sepasang harapan itu membuang ragu, tanpa pamrih dan permisi mereka menuju
“kami tampil apa adanya,
Tidak mau ada yang ketiga di antara kami berdua
Baik laki-laki maupun perempuan”


Malam itu mereka menang,
Meski harus kalah oleh Subuh yang datang sembunyi-sembunyi di balik telekung tipis kekasihnya itu



Padang, 2021

Post a Comment